Senin, 26 Maret 2012

HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN SOSIAL

1.            Pengertian Hakikat Manusia

Hakekat manusia adalah sebagai berikut :

a.   Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.    Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c.        yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d.     Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e.         Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f.          Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g.        Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h.         Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.




2.            Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Individu
Manusia, mahluk dan individu secara etimologi diartikan sebagai berikut:
    1. Manusia berarti mahluk yang berakal budi dan mampu menguasai mahluk lain. 
    2. Mahluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. 
    3. Individu mengandung arti orang seorang, pribadi, organisme yang hidupnya berdiri sendiri. Secara fisiologis ia bersifat bebas, tidak mempunyai hubungan   organik dengan sesama.
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas.
Secara kodrati, manusia merupakan mahluk monodualis. Artinya selain sebagai mahluk individu, manusia berperan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.

A. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Menurut pendapat Dr. A. Lysen individu berasal dari bahasa latin individum, yang artinya tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dipakai untuk meyatakan satu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia secara keseleruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan terbatas, yaitu perseorangan manusia. Individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa, dan seberapa mempengaruhi kehidupan manusia. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan sehingga sering disebut “ orang seorang” atau “manusia perseorangan”. Individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkahlaku spesifik tentang dirinya. Akan tetapi dalam banyak hal banyak pula persamaan disamping hal-hal yang spesifik tentang dirinya dengan orang lain. Disini jelas bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosaialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian, serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek yang melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek sosial. Apabila terjadi kegoncangan pada salah satu aspek, maka akan membawa akibat pada aspek yang lainnya.
Masih terkait dengan persoalan antara individu satu dengan individu lainnya, maka manusia menjadi lebih bermakna apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersngkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada dirinya sendiri disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri. Dalam proses ini, individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup, yang akhirnya muncul suatu kelompok yang akan menentukan kemampuan satu masyarakat. Individu dalam tingkahlaku menurut pola pribadinya memiliki tiga kemungkinan:
1.                   Menyimpang dari norma kolektif kehilangan individualitasnya.
2.                   Takluk terhadap kolektif.
3.                   Ketiga mempengaruhi masyarakat.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
Manusia dikatakan menjadi individu apabila pola tingkah lakunya sudah bersifat spesifik didalam dirinya dan bukan lagi menuruti pola tingkahlaku umum.
Didalam sebuah massa manusia cenderung menyingkirkan individu alitasnya karena tingkah lakunya adalah hampir identik dengan tingkahlaku massa yang bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat dicirikan, apabila manusia dalam tindakan-tindakannya menjurus kepada kepentingan pribadi maka disebut manusia sebagai makhluk individu, sebaliknya apabila tindakan-tindakannya merupakan hubungan dengan manusia lainnya, maka manusia itu dikatakan makhluk sosial. Pengalaman menunjukkan bahwa jika seseorang pengabdiannya kepada diri sendiri besar, maka pengabdiannya kepada masyarakat kecil. Sebaliknya jika seseorang pengabdiannya kepada diri sendiri kecil, maka pengabdiannya kepada masyarakat besar. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa proses yang dikatakan bahwa yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai ia adalah dirinya sendiri, disebut sebagai proses individualitas, atau kadang-kadang juga diberi nama proses aktualisasi diri.

3.            Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain (masyarakatnya). Ia tidak dapat merealisasikan potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain untuk hal tersbut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Ketika manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Pada usia bayi, ia sudah menjalin hubungan terutama dengan ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan, senyuman, dan kata-kata. Pada usia 4 tahun, ia mulai berhubungan dengan teman- teman sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada usia-usia selanjutnya, ia terikat dengan norma-norma pergaulan dengan lingkungan yang semakan luas. manusia hidup dalam lingkungan sosialnya. Ia dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri. Ia akan bergabung dengan manusia lain membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan individu lainnya.
Berdasarkan proses diatas, manusia lahir dengan keterbatasan, dan secara naluriah manusia membutuhkan hidup dengan manusia lainnya. Manusia sejak lahir dipeliharadan dibesarkan dalam sesuatu masyarakat terkecil, yaitu keluarga. Keluarga terbentuk karena adanya pergaulan antar anggota sehingga dapat dikatakan bahwa berkeluarga merupakakn kebutuhan manusia. Esensinya, manusia memerlukan orang lain atau hidup hidup dalam kelompoknya.
Cooley berpendapat, ia memberi nama looking-glass self untuk melihat bahwa seseorang dipengaruhi oleh orang lain. Nama demikian diberikan olehnya karena melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin memantau apa yang ada didepannya, maka menurut Cooley diri seseorang memantau apa yang di rasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya.
Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap:
1.    Tahap pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya.
2.    Tahap kedua, sesorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya.
3.    Tahap ketiga, seseoerang mempunyai perasaan terhadapa aap yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadap itu.
Untuk memahami pendapat Cooley disini dapat disajikan suatu contoh. Seorang siswa yang cenderung memperoleh nilai-nilai rendah (misalnya, 4 atau 5) dalam ujian-ujian semesternya. Misalnya para guru yang ada di sekolah menganggapnya bodoh. Ia merasa pula bahwa karena ia dinlai bodoh maka ia kurang dihargai guru-gurunya. Karena kurang dihargai siswa, siswa tersebut menjadi murung. Jadi disini perasaan diri sendiri seseorang merupakan pencerminan dari penilaian orang lain (looking-glass self). Dalam kasus tersebut diatas, pelecehan oleh guru ini ada dalam benak si siswa dan memengaruhi pandangannya mengenai dirinya sendiri, terlepas dari soal apakah dalam kenyataan para guru memang berperasaan demikian terhadapnya.
Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama lain, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Sebagai idividu, manusia tidak dapat mencapaisegala sesuatu yang diinginkan dengan mudah tanpa bantuan orang lain.
Paham yang mengembangkan pentingnya aspek kehidupan sosial kehidupan manusia adalah sosialisme. Sosialisme memberikan nilai lebih pada manusia sebagai sebagai makhluk sosial. Sosialisme merupakan reaksi atas sistem liberalisme yang dilahirkan oleh paham individualisme.
Salah sau peranan dikaitkan dengan sosialisasi oleh teori George Herbert Mead. Dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Socienty (1972), Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui beberapa tahap-tahap Play Stage, tahap Game Stage, dan tahap Generalized Other.
Menurut mead setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peranan-peranan yang ada dalam masyarakat. Sosialisasi adalah suatu proses dimana didalamnya terjadi pengambilan peranan yang harus dijalankannya serta peranan yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peranan yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain. Menurut Mead tahap-tahapan itu adalah:
1.  Play Stage, seseorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orangg yang ada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peranan yang dijalankan oleh orang tuanya atau peranan orang dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi.
2.  Game Stage, seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankannya oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
3.  Generalized Other, pada tahap awal sosialisasi, interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil orang lain biasanya snggota keluarga, terutama ayah dan ibu. Oleh Mead orang-orang yang penting dalam proses sosialisasi ini dinamakan significant other. Pada tahap ketiga sosialisasi seseorang dianggap telah mampu mengamil peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat mampu mengambil peranan Generalized Other. Ia telah mampu brinterksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan sebagai berikut:
a.   Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b.   Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c.   Mansuia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d.   Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

4.            Peranan Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial

Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial. Artinya, manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Fakta ini memberikan kesadaran akan “ketidakberdayaan” manusia dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kebutuhan akan orang lain dan interaksi sosial membentuk kehisupan berkelompok pada manusia. Berbagai kelompok sosial tumbuh seiring dengan kebutuhan manusia untuk saling berinteraksi.
Dalam berbagai kelompok sosial ini, manusia membutuhkan norma-norma pengaturannya. Terdapat norrma-norma sosial sebagai patokan untukbertingkah laku bagi manusia di kelompoknya. Norma-norma tersebut ialah:
a.  Norma agama atau religi, yaitu norma yang bersumber dari Tuhan yang diperuntukkan bagi umat-Nya. Norma agama berisi perintah agar dipatuhi dan larangan agar dijauhi umat beragama. Norma agama ada dalam ajaran-ajaran agama.
b.  Norma kesusilaan atau moral, yaitu norma yang bersumber dari hati nurani manusia untuk mengajak kepada kebaikan dan menjauhi keburukan. Norma moral bertujuan agar manusia berbuat baik secara moral. Orang berkelakuan baik adalah orang yang bermoral, sedangkan orang yang berkelakuan buruk adalah orang tidak bermoral atau amoral.
c.  Norma kesopanan atau adat adalah norma yang bersumber dari masyarakat dan berlaku terbatas pada lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Norma ini di maksudkan untuk menciptakan keharmonisan hubungan antarsesama.
d.  Norma hukum, yaitu norma yang dibuat masyarakat secara remi (negara) yang pemberlakuannya dapat dipaksakan. Norma hukum yang brsifat tertulis.
Selain itu, norma dapat dibedakan pula menjadi empat macam berdasarkan kekuatan berlakunya dimasyarakat. Ada norma yang daya ikatnya sangat kuat, sedang, dan ada pula norma yang daya ikatnya  sangat lemah. Keempat jenis tersebut adalah cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (costum).
a.  Cara (usage)
Cara adalah bentuk kegiatan manusia yang daya ikatnya sangat lemah. Norma ini lebih menonjol dalam hubungn antarindividu atau perorangan. Pelanggaran terhadap norma ini tidak mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi sekedar celaan. Contohnya cara makan, ada yang makan sambil berdiri dan ada yang makan sambil duduk. Cara makan sambil duduk dianggap lebih panas dibandingkan cara makan sambil bediri.
b.  Kebiasaan (falkways)
Kebiasaan adalah kegiatan atau perbuatan yang di ulang-ulang dalam bentuk yang sama oleh orang banyak kerana disukai. Norma ini lebih kuat daya ikatnya dari pada norma cara. Contohnya, kebiasaan salam bila bertemu.
c.  Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan adalah kebiasaan yang di anggap sebagai norma pengatur. Sifat norma ini disatu sisi sebagai pemaksa suatu perbuatan dan disisi lain sebagai suatu larangan. Dengan demikian, tata kelakuan dapat menjadi acuan agar masyarakat menyusuaikan diri dengan kelakuan yang ada serta meninggalkan perbuatan yang tidak sesui dengan tata kelakuan.
d.  Adat istiadat (custum)
Adat istiadat adalah kelakuan yang telah menyatu kuat dalam pola-pola perilaku sebuah masyarakat.

5.            Dinamika Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.
Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.
Interaksi Sosial adalah suatu proses hubungan timbal balik yang dilakukan oleh individu dengan individu, antara indivu dengan kelompok, antara kelompok dengan individu, antara kelompok dengan dengan kelompok dalam kehidupan social.
Dalam kamus Bahasa Indonesia Interaksi didefinisikan sebagai hal saling melalkukan akasi , berhubungan atau saling mempengaruhi. Dengan demikian  interaksi adalah hubungan timbal balik (sosial) berupa aksi salaing mempengaruhi antara individu dengan individu, antara individu dankelompok dan antara kelompok dengan dengan kelompok.
Gillin mengartikan bahwa interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial dimana yang menyangkut hubungan antarandividu , individu dan kelompok  antau antar kelompok. Menurut Charles P. loomis sebuah hubungan bisa disebut interaksi jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.    jumlah pelakunya dua orang atau lebih
2.    adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbul atau lambing-lambang
3.    adanya suatu demensi waktu yang meliputi ,asa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang .
4.  adanya tujuan yang hendak dicapai
 Faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial yaitu :
1.    Imitasi
Imitasi yaitu tindakan meniru orang lain. Faktor imitasi mempunyai peranan sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat membawa seseorang untuk mematuhi kaidah – kaidah yang berlaku. Faktor ini telah diuraikan oleh Gabriel Tarde yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi saja.
2. Sugesti
Sugesti ini berlangsung apabila seseorang memberikan pandangan atau sikap yang dianutnya, lalu diterima oleh orang lain. Biasanya sugesti muncul ketika sipenerima sedang dalam kondisi yang tidak netral sehingga tidak dapat bewrfikir rasional.
Biasanya sugesti berasal dari orang-orang sebagai berikut:
1.    Orang yang berwibawa, karismatik dan punya pengaruh terhadap yang disugesti, misalnya orang tua, ulama, dsb.
2.    Orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada yang disugesti.
3.    Kelompok mayoritas terhadap minoritas.
4.    Reklame atau iklan media masa.
3.  Identifikasi yaitu merupakan kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain (meniru secara keseluruhan).
4. Simpati yaitu merupakan suatu proses dimana seorang merasa tertarik kepada pihak lain. Melalui proses simpati orang merasa dirinya seolah-olah dirinya berasa dalam keadaan orang lain.
5.  Empati yaitu merupakan simpati yang menfdalam yang dapat mempengaruhi kejiwaan dan fisik seseorang.
Syarat terjadinya interaksi adalah :
1.  Adanya kontak sosial
Kata kontak dalam bahasa inggrisnya “contack”, dari bahasa lain “con” atau “cum” yang artinya bersama-sama  dan “tangere” yang artinya menyentuh . Jadi kontak berarti sama-sama menyentuh.Kontak social ini tidak selalu melalui interaksi atau hubungan fisik, karena orang dapat melakuan kontak social tidak dengan menyentuh, misalnya menggunakan HP, telepon dsb.
Kontak sosial memiliki memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1.    Kontak sosial bisa bersifat positif dan bisa negative. Kalau kontak social mengarah pada kerjasama berarti positif, kalau mengarah pada suatu pertentangan atau konflik berarti negative.
2.  Kontak social dapat bersifat primer dan bersifat skunder. Kontak social primer terjadi  apa bila peserta interaksi  bertemu muka secara langsung. Misanya kontak antara guru dengan murid dsb. Kalau kontak skunder terjadi apabila interaksi berlangsung melalui perantara. Missal percakapan melalui telepon, HP dsb.
2.  Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dari satu pihak kepihak yang lain dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu :
1.    Komunikator yaitu orang yang menyampaikan informasi atau pesan atau perasaan atau pemikiran pada pihak lain.
2.    Komunikan yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran, informasi.
3.    Pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
4.    Media yaitu alat untuk menyampaiakn pesan.
5.  Efek/feed back yaitu tanggapan atau perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan setelah mendapat pesan dari komunikator.
Ada tiga tahapan penting dalam komunikasi:
1.    Encoding
Pada tahap ini gagssaan atau program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau gambar. dalam tahap ini komunikator harus memilih kata atau istilah, kalimat dan gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator harus menghindari penggunaan kode-kode yang membingungkan komunikan.
2.    Penyampaian
Pada tahap ini istilah atau gagasan yang telah diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar disampaiakan . Penyampaian dapat berupa lisan dan dapat berupa tulisan atau gabungan dari duanya.
3. Decoding
Pada tahap ini dilakukan proses mencerna fdan memahami kalimat serta gambar yang diterima menuruy pengalaman yang dimiliki.
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok
Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Untuk tahapan proses-proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sedangkan tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating).
Pendekatan interaksi lainnya adalah pendekatan dramaturgi menurut Erving Goffman. Melalui pendekatan ini Erving Goffman menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subyektif dan obyektif dari interaksi sosial. Konsep-konsepnya dalam pendekatan ini mencakup tempat berlangsungnya interaksi sosial yang disebut dengan social establishment, tempat mempersiapkan interaksi sosial disebut dengan back region/backstage, tempat penyampaian ekspresi dalam interaksi sosial disebut front region, individu yang melihat interaksi tersebut disebut audience, penampilan dari pihak-pihak yang melakukan interaksi disebut dengan team of performers, dan orang yang tidak melihat interaksi tersebut disebut dengan outsider.
Erving Goffman juga menyampaikan konsep impression management untuk menunjukkan usaha individu dalam menampilkan kesan tertentu pada orang lain. Konsep expression untuk individu yang membuat pernyataan dalam interaksi. Konsep ini terbagi atas expression given untuk pernyataan yang diberikan dan expression given off untuk pernyataan yang terlepas. Serta konsep impression untuk individu lain yang memperoleh kesan dalam interaksi.

6. Dilema Antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Masyarakat
                  
Dilema anatara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat adalah pada pertanyaan mana yang harus saya utamakan, kepentingan saya selaku individu atau kepentingan masyarakat tempat saya hidup bersama? Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu kelompok masyarakat.
1. Pandangan Individualisme
Individualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paha mini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain.
Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan indidulah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme liberal.
Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19. Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut.
a.  Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini , pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial,
b. Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan,
c.  Pemberian kebebasan penuh pada individu,
d. Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.
Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan persaingan dan dinamika kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup bersama.
2. Pandangan Sosialisme
Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.
Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan. Paham  marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883).
Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara.
Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme, liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi dan sosial.  Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi kepuasan rohani manusia belum tetu terjamin.
Dalam negara Indonesia yang berfalsafahkan  Pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki sifat pribadi sekaligus sosial secara seimbang. Manusia bukanlah makhluk individu dan sosial, tetapi manusia adalah makhluk  individu sekaligus makhluk sosial. Frans Magnis Suseno, (2001) menyatakan bahwa manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individu manusia bermasyarakat.
Bung Karno menerangkan tentang seimbangnya dua sifat tersebut dengan ungkapan “Internasianalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak hidup subur  kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme” (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1998). Paduan harmoni antara individu dan sosial dalam diri bangsa Indonesia diungkap dalam sila kedua dan ketiga Pancasila. Bangsa Indonesia memiliki prinsip menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Namun demi kepentingan bersama tidak dengan mengorbankan hak-hak dasar setiap warga negara.